Rabu, 17 September 2008

Keseimbangan Panas Pada Ternak

KESEIMBANGAN PANAS DAN ENERGI

1. Keseimbangan Panas
Termoregulasi atau pengaturan keseimbangan panas merupakan upaya ternak atau hewan untuk mempertahankan suhu tubuh agar relatif konstan terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang berlebihan (Bianca, 1965 & Robert Shaw, 1985). Upaya untuk mempertahankan suhu tubuh tersebut merupakan keseimbangan panas (Homeostasis) antara produksi panas (Heat Production or Heat Gain) dan pelepasan panas (Heat Lost)
Persamaan umumnya sebagai berikut:
HP = Ev ± Rd ± Kd ± Kv, .............(1)
Dimana HP = Panas yang diproduksi oleh tubuh, Ev = pelepasan panas melalui evaporasi atau penguapan, Rd = penambahan atau pengurangan panas akibat adanya radiasi, Kd = penambahan atau pengurangan panas akibat adanya konduksi dan Kv = penambahan atau pengurangan panas akibat adanya konveksi.
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. Seperti terlihat pada Gambar 2, didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.
Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah (Bligh, 1985).
Selanjutnya Bligh (1985), mengatakan jika suhu lingkungan panas maka terjadi peningkatan, denyut jantung dan frekuensi pemapasan sehingga panas tubuh langsung diedarkan ooleh darah kepermukaan kulit untuk dikeluarkan secara radiasi, konveksi, konduksi, maupun evaporasi (penguapan). Sebaliknya jika suhu lingkungan dingin maka produksi panas akan digunakan untuk menjaga keseimbangan panas tubuh agar suhu tubuh tidak turun.
Makin kecil perbedaan suhu tubuh sapi dengun suhu lingkungan, makin kecil kecepatan radiasi, konveksi dan konduksi kalor dari dalam tubuh sapi. Kalu hasil metabolisme yang tidak mampu dikeluarkan dengan proses radiasi, konveksi dan konduksi, akan dikeluarkan lewat proses evaporasi melalui keringat dan pertukaran panas pada saluran pernapasan. Akibatnya terjadi kenaikan frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan.
Apabila perbedaan suhu tubuh sapi dan suhu lingkungan besar (Suhu lingkungan yang dingin), kecepatan radiasi, konveksi dan konduksi kalor besar akibatnya proses metabolisme dalam tubuh sapi makin kuat untuk menahan radiasi, konveksi dan konduksi kalor yang berlebihan. Dalam kondisi demikian, proses evaporasi lewat keringat dan pernapasan sangat rendah. Jadi bila perbedaan suhu tubuh sapi dengan suhu lingkungan kecil ataupun besar akan mengakibatkan peningkatan proses metabolisme dan akan menurunkan produksi susu ataupun pertambahan bobot badan.
a. Produksi Panas
Panas yang dihasilkan dari dalam tubuh dikenal sebagai produksi panas. Menurut Ganong (1983), produksi panas ini merupakan hasil aktivitas metabolisme basal "Specific Dynamic Action" dari makanan dan kegiatan otot. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanto et al. (1990), menunjukan bahwa produksi panas pada sapi perah laktasi dan kering kandang (tidak memproduksi susu) ini akan mencapai titik maksimumnya sekitar tiga jam setelah makan
Besarnya produksi panas ini dipengaruhi pula oleh tingkah laku (Matsumnto et al., 1993, Purwanto et al., 1993a) , jumlah konsumsi pakan dan suhu lingkungan (Purwanto et al., 1991, 1993a, 1993b, 1994), laktasi, pertumbuhan dan kebuntingan (Purwanto, 1991). Tabel 1 memperlihatkan pengaruh dari berbagai faktor-faktor tersebut terhadap produksi panas pada sapi perah dara.
Disamping itu, seperti ditunjukkan oleh persamaan (1) juga ada tambahan beban panas dari luar tubuh yang berasal dari energi radiasi langsung matahari atau energi radiasi pantulannya, proses proses konduksi dan konveksi (Anderson, 1983). Lebih lanjut dia menambahkan bahwa kondisi tersebut terjadi apabila suhu yang ditimbulkan oleh radiasi matahari atau sumber lainnya atau suhu media konveksi dan konduksi lebih tinggi dari kisaran suhu daerah termonetral bagi ternak yang bersangkutan. Sebaliknya akan terjadi proses kehilangan panas (Heat Loss) secara radiasi, konduksi dan konveksi apabila suhu udara sebagai media penghantar panas lebih rendah daripada suhu daerah termonetral.
b. Pelepasan panas (Heat Loss)
Untuk dapat mempertahankan suhu tubuhnya maka ternak harus membuang hasil produksi panas dari dalam tubuhnya. Secara umum proses pelepasan panas ini dapat melalui jalur evaporasi (Evaporative Heat Loss) dan jalur sensibel (Sensible Heat Loss). Jalur Evaporasi dapat terjadi melalui (a) penguapan dari permukaan kulit dengan bantuan keringat dan (b) pertukaran panas melalui saluran pernafasan, sedangkan jalur sensibel dapat terjadi secara radiasi, konduksi dan konveksi.
Pada suhu udara yang tinggi jalur utama pelepasan panas akan terjadi melalui jalur evaporasi, sedangkan pada suhu rendah akan melalui radiasi, konduksi dan konveksi.
2. Keseimbangan Energi
Penggunaan energi yang dikonsumsi (Gross Energy, GE) oleh ternak ruminansia, seperti sapi perah, sebagian besar hilang kedalam feses (Fecal Energy, FE), Urin (Urine Energy, UE), gas (CH4, HZ) dan panas fermentasi (Van es dan Boekholt, 1987). Energi metabolis (Metabolisme Energy, ME) yang merupakan selisih diantara GE dengan energi terbuang (FE + UE + gas + Panas fermentasi), merupakan energi yang sebenarnya digunakan oleh ternak ruminansia untuk hidup dan produksi.
Distribusi atau penggunaan energi dalam tubuh sapi perah laktasi lebih komplek dibandingkan dengan ternak yang lainnya. Hal ini disebabkan pada sapi perah laktasi ME yang tersedia untuk produksi sebagian akan disimpan dalam tubuh (pertumbuhan), untuk pertumbuhan fetus dan energi dalam susu. Akan tetapi pada ternak lain, seperti sapi dara atau sapi jantan dan anak sapi, ME untuk produksi ini hanya digunakan untuk pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu keseimbangan energi pada sapi dara secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut:
ER= ME – HP
dimana ER = Energi Retensi, ME = Energi Metabolis dan HP = Produksi panas.
Pengukuran keseimbangan energi ini telah dapat dilakukan dengan tepat yaitu dengan mengukur konsumsi ME dan produksi panas. Pengukuran energi dari suatu bahan pakan di laboratorium dapat dilakukan dengan bomb calorimeter. Jumlah dan kandungan energi pakan yang merupakan perbedaan dari pemberian pakan dan sisa yang tidak di konsumsi, dan jumlah ekskresi dapat dengan rnudah diukur demikian pula dengan jumlah energi yang ada didalamnya.
Pada ternak yang berproduksi tinggi, produksi panas merupakan bagian terbesar dari kehilangan ME (Coppork ,1985). Purwanto et al. (1990) menunjukkan bahwa sapi yang berproduksi susu 31,3 kg/hari menghasilkan panas metabolis yang lebih besar daripada yang berproduksi 18,5 kg/hari atau sapi kering kandang. Tingginya produksi panas pada sapi yang berproduksi susu tinggi ini disebabkan oleh besarnya konsumsi energi untuk memenuihi kebutuhan produksi susu.
Kurihara et al. (1991) mengamati pula bahwa pada sapi perah yang dipelihara pada kondisi suhu lingkungan yang panas akan mendapatkan tambahan panas, sehingga produksi panasnya akan meningkat. Mereka menunjukkan kenaikan sebesar 10% bila sapi dipelihara pada suhu udara 32°C dibandingkan pada suhu 18°C. Kenaikan produksi panas ini pada suhu udara yang tinggi atau pada saat stress panas mungkin berhubungan dengan adanya stress metabolis.

Tidak ada komentar: