Rabu, 26 November 2008

REFLEKSI PILKADA


PEMIMPIN, KEMUNAFIKAN DAN KEMISKINAN




NUR HAFID
Menjelang hajatan besar pemilihan Kepala Desa, Kang Parjo kelihatan sumringah sekali. Saya jadi penasaran dan akhirnya saya bertanya, „Mengapa Kang ..kok kelihatan bahagia sekali..Apa narik becaknya lagi laris nih....?. „Anu Mas.. Kemarin itu lho aku didatangi tiga calon kades dan masing-masing memberi „sedekah“ uang...Kan lumayan mas, daripada narik becak sehari saja paling dapat sesuap nasi, itupun jika ada yang naik..“ Ooo begitu rupanya, pikirku.
Itu hanya salah satu dari cerita Kang Parjo perihal Pilwali, tentunya masih banyak seperti Kang Parjo-kang parjo yang lain. Tentu saja Kang Parjo senang. Ia berharap semoga tiap hari ada pemilihan Kepala Desa seperti kali ini. Dengan begitu tanpa harus narik becak ia dapat memperoleh „sedekah“ . Tapi itu mustahal bin mustahil, lha wong hajatan itu ada aturannya, ada masa jabatannya tidak bisa dilakukan tiap hari, kan bankrut nanti.
Semua orang tahu bahwa „sedekah“ itu bukan sedekah ikhlas yang menurut agama ibarat keluar dari tangan kanan tangan kiri tidak tahu, akan tetapi itu ada pamrihnya yaitu agar supaya pihak yang diberi memberikan dukungan. Itu artinya sedekah itu dalam arti yang luas masyarakat di hutangi, nanti kalau sudah jadi akan ditagih kembali. Jadi jangan salahkan, kalau kelak nanti jadi beliau itu ngambil jatah rakyat (korupsi) karena diam-diam kita ikut andil dalam mendukung adanya korupsi (seperti yang ditulis oleh Mas Mundzar dalam „Kiai dan Korupsi“).
Kota Kediri sudah melaksanakan Pemilihan Wali Kota. Pemberantasan Kemiskinan, kebodohan dan lain-lain (pokonya intinya agar rakyat sejahtera), adalah isu semua pasangan calon wali kota yang dapat saya tangkap dari kampanye ataupun visi dan misi mereka. Memang kita sudah lama merdeka. Setiap tujuh belas Agustus bersemangat memperingatinya. Tapi pikir punya pikir, kemerdekaan itu belum banyak berpengaruh pada dunia Kang Parjo dan teman-temannya tadi. Mereka sampai saat ini belum terbebas dari rasa cemas, memikirkan hal-hal yang paling pokok dan sederhana.
Yang kita capai hanyalah kemerdekaan secara politis, yaitu soal pemindahan kekuasaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tapi usaha untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan dan dari kecemasan bukan perkara mudah dan tidak dapat dilaksanakan sesingkat-singkatnya. Padahal Nabi Muhammad pernah bersabda Kadalfaqru Aiyakunal Kufro (Kemiskinan akan dapat menyebabkan kekufuran) Apalagi kebodohan. Ketika Sayyidina Ali disuruh memilih antara ilmu dan harta, maka beliau memilih ilmu. Mengapa ...? karena ilmu itu jika diberikan (diamalkan) malah akan bertambah, sebaliknya harta jika dibelanjakan akan berkurang. Tuhanpun menurunkan ayat suci Alqur’an kepada Nabi Muhammad diawali dengan perintah Iqro’ (bacalah).Tapi bagaimana kita dapat mencari ilmu, lha wong mau masuk sekolah saja sudah menghabiskan jutaan rupiah. Oleh sebab itu saya sangat setuju dengan Visi Misi sang calon Wali Kota pendidikan gratis, jadi klop sudah. Memang itu yang harus dilakukan.
Kesimpulan saya setelah mendengar kampanye kemarin, semua calon bagus semua, karena sesuai dengan perintah agama pemberantasan kemiskinan dan kebodohan. Tapi apa ya.... mungkin akan dicoblos semua. Kalu ini terjadi kan jadinya surat suara tidak sah dan akan mengakibatkan calon tidak memperoleh dukungan suara 30 persen lebih yang dapat berakibat Pilwali diulang ataupun putaran kedua. Ini akan menyedot biaya tambahan lagi yang sebenarnya dapat digunakan untuk program pemberantasan kemiskinan dan kebodohan, seperti Visi Misi yang dijanjikan oleh semua calon tadi.
Kalaupun nanti salah satu calon, bener-bener terpilih ya.. harus ingat sabda Nabi tentang tanda-tanda kemunafikan, yaitu orang yang suka berbohong, jika berjanji akan mengingkari dan jika dipercaya akan mengkhianati. Saya berharap betul-betul menjadi pemimpin yang ProRakyat didasari dengan mementingkan rakyat terlebih dahulu, karena Rakyat sudah mempercayai, jangan mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok, tidak menagih „sedekah“ yang sudah dikeluarkan kepada masyarakat miskin biarlah sedekah itu nanti yang membalas yang Maha Kuasa sendiri.
Cak Nun, pernah menulis bahwa kriteria pemimpin itu sama dengan kriteria jadi Suami, yaitu Pertama Manusia dan Kedua adalah jantan, baru ketiga, keempat dan seterusnya. Jadi syarat jadi presiden, Gubernur, Wali Kota/Bupati sampai kepala Rumah Tangga yang pertama harusnya adalah Manusia. Sebab ratusan rakyat dimuka bumi ini sengsara, hanya gara-gara pemimpin berlaku tidak sebagaimana manusia, padahal kita semua sudah sepakat bahwa Ia manusia. Tapi tingkah lakunya menyerupai binatang. Bukanlah Alloh juga pernah mengingatkan kepada kita bahwa akan menjadikan manusia itu „Asfalassafilin“ serendah-rendahnya makhluqNya.
Kemudian syarat yang kedua adalah Jantan, artinya jantan dalam mekanisme politik, tidak dalam arti pergumulan diranjang. Betapa banyak laki-laki yang ternyata betina, yang berlaku tidak fair, curang, culas dan sebagainya. Seperti bahasa kiasan Orang yang jujur dan berani biasa diistilahkan Jantan sedang yang pengecut disebut betina. (maaf wanita jangan sewot dulu...). Jadi yang dimaksud pemimpin harus laki-laki bukan dalam pengertian fisik, tetapi dalam pengertian kepribadian. Bisa saja ada laki-laki betina dan perempuan jantan.
Kiai saya dulu pernah pesan kepada santrinya „ Wahai santriku... ! Jika kamu nanti menjadi Pemimpin men Tauzi (distribusi, pemerataan) lah secara adil nikmat Alloh dan izhar (mentransparansikan) lah kebijakan yang menyangkut maslahatul ummah, kesejahteraan umat. Dan jika kamu jadi Rakyat biasa, Arifi lah kehidupan dengan transendensi yang kental, membentuk diri menjadi manusia yang mukmin tangguh.“
Nabi Sulaiman adalah Raja, walaupun beliau hanya putra Dawud yang notaben prajurit biasa dibawah komandan Thalut, waktu itu tidak pernah gemendul. Terhadap yang kecil, seperti semut beliau sama sekali tidak mempunyai sifat Gumede. Bahkan dengan makhluq yang seatap golongan jin, manusia dan satwa. Beliau memohon kepada Alloh agar diberi kemampuan dan kemauan untuk melalukan distribusi yang adil dan kontribusi sepadan dengan nikmat yang beliau terima dariNya. Yang diucapkan pertama kali adalah Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh dalam artian yang sebenarnya bukan hanya dimulut saja.

Tidak ada komentar: